Kamis, 27 Maret 2014

Berjalan Menelusuri Louang Prabhang Laos-(Bagian 1)

Saya tertarik membaca deskripsi dari lembaran UNESCO:

Luang Prabang is an outstanding example of the fusion of traditional architecture and Lao urban structures with those built by the European colonial authorities in the 19th and 20th centuries. Its unique, remarkably well-preserved townscape illustrates a key stage in the blending of these two distinct cultural traditions. Luang Prabang reflects the exceptional fusion of Lao traditional architecture and 19th and 20th century European colonial style buildings. Luang Prabang is an outstanding example of an architectural ensemble built over the centuries combining sophisticated architecture of religious buildings, vernacular constructions and colonial buildings. The unique townscape of Luang Prabang is remarkably well preserved, illustrating a key stage in the blending of two distinct cultural traditions.



Kelihatannya semua kendaraan yang bertarip Kip 20.000,- mengangkut Backpacker dari Terminal Bus, entah itu North Terminal atau South Terminal, berhentinya dibundaran kota tepat didepan Kantor Pariwisata dan pasar. 

Bundaran tempat berhenti angkutan dari terminal bus, didepan bangunan adalah Sisavangvong Road. Kalau berjalan kearah kiri, Kitsalat Road, akan menuju Sungai Mekong

Bundaran itu merupakan ujung jalan besar Sisavangvong Road dan Kitsalat Road. Saya menyusuri  Kitsalad Road yang menuju tepi Sungai Mekong untuk mencari Hostel atau Guest House. Tarip semalam Hostel ditepi Sungai Mekong berkisar antara Kip 80.000,- sampai Kip 100.000,-, yang bertarip Kip 80.000,- tanpa Wifi. 

Sepanjang Khem Khong Road, ditepi Sungai Mekong, banyak Guest House.

Saya masuk kedalam sebuah Guest House yang bernama Sokmixay  di Khem Khong Road dengan tarip Kip 100.000,- dan memiliki fasilitas Free Wifi. Bagi saya Wifi sangat penting, sebab saya harus memberi tahu posisi saya setiap saat pada keluarga  di Surabaya, komunikasi dengan handphone dapat membuat bangkrut, sebab untuk sekali sms taripnya Rp. 5000,- Disamping itu saya selalu memerlukan download peta GPS untuk kota berikut yang akan saya datangi, tanpa memiliki peta GPS off line saya menjadi tidak percaya diri.


Louang Prabhang kota yang kotor, sungguh sayang
Saya membayangkan Louang Prabhang sebagai kota warisan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO merupakan kota yang asri, bersih dan nyaman.

Bangunan pemerintah yang amat kotor dengan sampah teronggok disampingnya

Bayangan itu cepat sirna sesaat setelah saya berjalan keluar dari Guest House tempat saya tinggal. Kebersihan kota kelihatannya dikerjakan secara swadaya oleh para penjual yang menempati area kota.

Taman didekat sebuah Wat, penuh sampah

Saya tidak melihat ada petugas kebersihan kota yang bertugas membersihkan lingkungan kota. Bagian jalan yang kebetulan tidak ditempati pedagang, sampah dari daun yang rontok juga tetap tersebar di tepi jalan atau tempat yang disebut taman.


Monumen mengenang Presiden Laos yang juga tidak bersih.


Bahkan halaman gedung pemerintahpun dapat dikatakan jauh dari bersih. Saya melihat banyak sekali gedung-gedung pemerintah yang rusak dan tidak terpelihara.


Hanya di ujung jalan Sakkaline Road saya menemukan taman yang hijau ditepi sungai Mekong dirawat dengan baik, ada pipa plastik panjang untuk menyiram rumput. Tetapi mungkin saja taman itu dirawat atau dimiliki oleh Hotel berbintang Mekong Riverview yang ada diseberang taman.

Louang Prabhang Kota Warisan Dunia.
Mengulang kembali deskripsi Unesco yang berbunyi: “Luang Prabang is an outstanding example of the fusion of traditional architecture and Lao urban structures with those built by the European colonial authorities in the 19th and 20th centuries. Its unique, remarkably well-preserved townscape illustrates a key stage in the blending of these two distinct cultural traditions
 Sebuah Travel Biro yang menawarkan obyek diluar Louang Prabhang.

Saya melihat pergeseran obyek yang ditawarkan oleh biro wisata kepada para pendatang. Bukannya mereka sebagai pelaku pariwisata menawarkan untuk melihat bangunan-bangunan kuno yang bergaya Eropa Kolonial abad ke 19 kepada pengunjung kotanya, tetapi justru menawarkan obyek-obyek diluar kota Louang Prabhang. Umpamanya iklan-iklan wisata yang saya lihat ditawarkan oleh biro-biro wisata kepada pendatang, Mount Phou Si, Kwang Si Waterfall, Tad Sae Waterfall, Pak Ou Caves yang semuanya berada diluar kota dan tidak ada hubungannya dengan pengukuhan Louang Prabhang sebagai kota warisan dunia.

                        Bentuk bangunan yang dipertahankan meskipun peruntukkannya sudah berubah, 
            konsep ini yang menjadikan Unesco menetapkan Louang Prabhang sebagai Kota Warisan.



Menyusuri kota Louang Prabhang dapat dengan menyewa sepeda atau sepeda motor, namun untuk ukuran saya, berjalan kaki adalah paling menyenangkan. 


Dengan berjalan kaki saya dapat berhenti berlama-lama menikmati arsitektur bangunan yang tidak berubah sejak berpuluh bahkan seratus tahun yang lalu. 

                                   Bangunan tetap, tetapi isinya sudah berubah menjadi restaurant

Meskipun peruntukkan gedungnya sudah digunakan berbeda dengan saat dibangun, banyak gedung yang didalamnya berubah menjadi bank, toko, restoran dan sebagainya.

Bangunan yang sangat indah di tepi jalan  didepan museum

 Ada juga sebuah sekolah Ecole Primaire Louang Prabhang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar