Selasa, 14 Januari 2020

Jangan jadi Tourist - Jadilah Traveler : Phnom Penh

Saya ingin mengajak teman-teman untuk berjalan melihat-lihat tetangga kita. Pergi ke luar negeri bukan sesuatu yang mewah, kemewahan itu hanya salah satu dari yang ditawarkan oleh biro perjalanan. Naik bus yang lux, menginap di hotel bintang 10, makan direstoran kelas 1. Saya ingin memberi pandangan, bahwa bepergian ke luar negeri tidak berbeda dengan mengunjungi P. Bali atau pergi ke Jogya. Hanya saja memang kita harus memiliki KTP Internasional atau Paspor. Ngurus paspor juga tidak sulit dan tidak mahal.

 
Dari Surabaya saya menuju Kuala Lumpur, harga tiket pergi-pulang yang saya peroleh adalah Rp. 365.000,- per-orang dan untuk penerbangan Kuala Lumpur - Phnom Penh adalah Rp. 225.000,- sekali jalan untuk dua orang. Kebetulan saya mendapatkan tiket Rp. 0,- untuk penerbangan Kuala Lumpur Phnom Penh, jadi hanya membayar air port tax dan pajak.
Sebetulnya jadwal penerbangan saya adalah pagi hari, namun digeser menjadi menjelang sore oleh pihak airlines, karena tiket promosi, maka saya tidak dapat melakukan protes.

Karena baru pertama kali mengunjungi Phnom Penh, ibu kota Negara Kamboja, maka saat keluar bandara ya, tidak jelas apa yang harus diperbuat. Jangan lupa menukar uang dengan Riels atau KHR. Perlu diketahui uang Kamboja tidak ada atau sulit didapat di Indonesia, kemudian uang Rupiah juga tidak bisa ditukar di Phnom Penh. Jadi sebaiknya Rupiah kita ditukar dengan USD di Money Changer di Indonesia.

Didepan pintu keluar bandara berjajar kounter penjaja internet. Saya baca kata-kata "Free", .... ternayat SIM Card-nya free tetapi bandwidth-nya bayar, ..... lah nanti cari wifi gratis di hotel saja.

Saya mendekati sebuah bus yang diparkir dipelataran bandara, pikiran saya ini bus kota yang bisa ditumpangi sampai tengah kota, ..... ternyata bus parkir, entah milik siapa....

Diluar bandara saya ditawari oleh penarik Tuk-Tuk, ke Mekong dengan tarip $ 6,- saya tawar $ 4,- dan dia mau. Di Kamboja, para penyedia jasa angkutan menyukai dibayar USD dari pada dengan uang mereka sendiri.

 Jalanan menuju sungai Mekong sama ruwetnya dengan tempat kita, pengendara sepeda motor juga sudah wajib mengenakan helm. Pemandangan dan pengalaman seperti ini tentu saja tidak akan kita jumpai apa bila kita ikut rombongan travel biro dan jadi Tourist.

Jauh dari kemewahan mall atau toko-toko berskala besar, mengunjungi Night Market adalah tujuan saya untuk ber-interaksi dengan penduduk lokal.


Kuliner dan jajanan lokal dengan beraneka bau mulai yang harum sampai menyengat ada di dalam pasar tradisional.

Yang harus dibeli bukan oleh-oleh untuk keluarga atau teman, tapi saya selalu mencari cindera mata dalam bentuk piring sebagai kenangan.

Pemandangan sungai Mekong di malam hari. Kerlip lampu kapal pesiar mewah untuk kaum Tourist berlayar pelan menyusuru aliran sungai.


Pagi-pagi sebelum aktivitas kota dimulai saya sudah bangun dan berjalan menjelajahi tepi sungai Mekong.





Menjelang siang, cepat-cepat kembali ke hotel dan bersiap melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus menuju Vietnam.

Mekong Express, bus yang banyak direkomendasikan oleh para Backpackers untuk menuju Ho Chie Minh.

Kegiatan tepi jalan disepanjang jalan, juga tidak berbeda dengan kondisi kota-kota kecil di negara kita.


Sebelum masuk perbatasan, bus singgah di sebuah rumah makan, lumayan bisa minum dan yang penting ke toilet.
Sudah gelap saat bus masuk Imigrasi Kamboja, saya jadi bertanya-tanya.... jam berapa ini nanti sampai kota Ho Chie Minh Vietnam?

Selamat tinggal Kamboja, semoga bisa berkunjung lagi.

Backpacker's Note.
Untuk memudahkan proses di Imigrasi, sebaiknya sudah dipersiapkan hotel tujuan kita bermalam. Pesan hotel dari Indonesia dan jangan lupa buat print out hotel yang kita pesan.