Surabaya Pasar Turi -- Jakarta Pasar Senen - Tanah Abang - Rangkasbitung - Merak.
Episode : Surabaya Pasar Turi - Jakarta Pasar Senen.
Sudah lama tersimpan didalam pikiran saya untuk berkelana naik kereta api mengunjungi kota-kota yang berada di Pulau Jawa Sebagian pelosok Asean sudah saya kunjungi, di-usia yang terus menapak naik ini, ganti sekarang untuk mengunjungi sebagian pelosok Pulau Jawa. Sebagai Backpackers berkunjung kesebuah tempat mempunyai arti dan makna yang besar, meskipun kunjungan itu hanya sepintas, bahkan kadang-kadang hanya beberapa menit karena berbagai alasan. Saya tidak bisa menjawab kalau ada yang bertanya pada saya, mengunjungi sebuah tempat itu yang dilihat apanya?
Kebiasaan saya kalau hendak bepergian tidak pernah mendadak, tetapi direncanakan beberapa minggu sebelum berangkat. Karena ini adalah sebuah rencana jalan-jalan, maka saya mencari kereta api yang ke Jakarta berangkat pagi hari. Sehingga dari balik jendela dapat melihat pemandangan disepanjang rel kereta. Dari Surabaya Pasar Turi ada keberangkatan kereta api pagi hari, Yang pertama adalah Argo Anggrek. Tentu saja itu bukan kelas saya, harga tiket Argo Anggrek tidak ramah dikantong saya. Pilihan jatuh pada kereta api Airlangga, sebuah kereta api kelas ekonomi yang disubsidi pemerintah melewati Public Service Obligation atau PSO. Harga tiket Surabaya Pasar Tuti ke Jakarta Pasar Senen Rp. 104.000,- dan karena usia saya sudah masuk kategori Lansia maka saya cukup membayar Rp. 98.000,- Kereta api Airlangga berangkat dari Surabaya Pasar Turi jam 10.35, ada kesempatan cukup lama untuk menikmati pemandangan sebelum akhirnya sang malam gelap akan menyelimuti jendela kereta. Saat masuk ke halaman peron stasiun, oleh mas Petugas saya difoto disertai kata-kata yang sangat mengagumkan bagi saya: “ Bapak, nanti setelah ini masuk peron bapak tidak perlu menunjukkan tiket dan KTP, cukup berpose didepan gadget ini, bila pintu terbuka berarti bapak sah sebagai penumpang”.
Horeeee….. sudah seperti di bandara, pakai face recognition, bravo PT. KAI. Saat percobaan lewat, saya say hello pada gadget yang diletakkan di gerbang dan klik…wajah saya di-acc, lampu hijau menyala, pintu terbuka. Sayang tidak semua penumpang Airlangga yang sedemikian banyak itu mendapat kesempatan seperti saya.
Naik kereta api kelas ekonomi saat ini yang jadi rebutan bukan tempat duduk, sebab untuk kereta api jarak jauh semua penumpang dijamin dapat tempat duduk. Namun yang jadi rebutan adalah tempat barang yang ada diatas kursi. Seandainya satu penumpang cukup membawa satu tas ransel atau satu koper kecil, maka tempat bagasi diatas itu pasti cukup. Namun saat ini satu penumpang bisa membawa beberapa tas dan kardus yang akhirnya akan menghabiskan tempat begasi diatas kursi. Hal ini berakibat penumpang lain yang seharusnya dapat meletakkan tasnya diatas tempat duduk menjadi tidak kebagian tempat.
Situasi didalam cabin sangat bersih, Tempat duduk meskipun kurang ergonomis namun empuk, suhu didalam ruang nyaman tidak membuat orang menjadi gerah.
Saya melihat pengawasan barang bawaan penumpang tidak ketat di stasiun Pasar Tuti ini. Saya pernah melihat koper penumpang ditolak masuk peron saat saya di stasiun Surabaya Gubeng.
Jam 10.35 kereta api mulai pelan berjalan meninggalkan peron stasiun Surabaya Pasar Turi menuju Jakarta Pasar Senen 12 jam lagi. Dalam perjalanan ditawarkan bantal, yang bisa dipakai sampai akhir tujuan penumpang dengan sewa yang cukup terjangkau Rp. 10.000,- Namun dalam percobaan saya, bantal ini menjadi menyiksa, kecuali yang mendapat tempat duduk dekat jendela. Bantal bisa digunakan untuk bersandar. Untuk yang tidak berada dekat jendela, bantal ditaruh dipunggung mengakibatkan tempat duduk jadi sempit sehingga ruang kaki menjadi pendek. Akhirnya hanya cukup dipeluk, itupun juga tidak nyaman.
Minuman, jajan ringan dan nasi disediakan direstorasi juga dijajakan berkeliling didalam kereta penumpang. Tidak perlu takut dengan harga, rata-rata harga minuman Rp. 10.000,- termasuk mie cup panas.Puas juga melihat diluar jendela, pemandangan silih berganti, saat kereta hampir masuk stasiun maka yang dapat dilihat adalah perkampungan, pertokoan, pasar..... namun sebagian besar yang dapat dilihat sepanjang jalan adalah sawah dan hutan kadang juga laut Jawa yang membentang disisi rel.
Masuk stasiun Tegal, kondisi diluar sudah mulai gelap, mau tidak mau pemandangan diluar berganti hitam, yang terlihat dikaca cuma bayangan penumpang dan lampu penerangan didalam kereta. Pikiran saya, masih empat jam lagi kereta api masuk Pasar Senen. Dengan memonitor KAI Access, kereta api Airlangga ini dapat dikatakan tidak pernah terlambat, kalau hanya berselisih 15 menit bagi saya itu adalah toleransi waktu yang umum. Namun yang membuat kagum adalah ketepatan waktu saat kereta api masuk kedalam peron stasiun Pasar Senen tepat jam 22.40. Kesulitan mendasar sebagai orang lanjut usia seperti saya ini adalah menyusuri jalan keluat stasiun Pasar Senen yang harus naik turun tangga sebelum bisa menghirup udara diluar stasiun. Hotel tempat saya bermalam sebenarnya sangat dekat dengan stasiun, namun karena pagar yang dipasang membuat hotel berjarak 50 meter menjadi 650 meter untuk jalan kaki dan menjadi 2 Km kalau naik kendaraan bermotor. Jalanan didepan stasiun kalau malam hingar bingar dengan musik yang disetel keras-keras oleh para penjaja. Tetapi seperti inilah pengalaman yang bisa saya dapatkan dan dapat diceritakan nanti saat pulang Surabaya.
Dari jauh lampu hotel sudah kelihatan, selamat malam saudaraku, selamat tidur, saya akan bercerita lagi esok.
Lanjutan cerita:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar