Dari Google: Jembatan Goteik yang juga dikenal sebagai jembatan
Gohteik adalah jembatan kereta api di Nawnghkio, Negara Bagian Shan
bagian barat, Myanmar. Jembatan itu berada di antara dua kota Pyin Oo
Lwin, ibukota musim panas mantan administrator kolonial Inggris di
Burma, dan Lashio, kota utama Negara Bagian Shan bagian utara. Dibangun mulai 28 April 1899 dan digunakan pada tahun 1 Januari 1900.
Untuk lengkapnya, silahkan cari sendiri di Youtube atau Google ......hehehe.... ini adalah salah satu obyek penting untuk dilihat menurut ukuran seorang Traveler.
Cerita saya ini saya bagi menjadi 3 bagian ......
Begitu sampai di bandara Yangon, saya berusaha menghemat waktu dengan langsung menuju Terminal Bus untuk mencari bus jurusan Yangon - Lasio.
Terminal bus cukup besar dengan berbagai fasilitas namun saya lihat sepi. Setiap bus yang masuk, menurunkan penumpang, lalu pergi dan terminal sepi lagi. Saya tidak melihat adanya bus yang berangkat dari terminal ini. Mungkin sesuai dengan namanya "Arrival"
Ternyata setiap bus berangkat dari agennya masing-masing, enaknya, agen bus itu berada didalam komplek terminal bus. Sehingga kita tinggal milih, bus mana yang hendak kita tumpangi. Saya memilih bus yang berangkat agak sore, tidak terlalu malam, dengan harapan sampai ke kota tujuan masih pagi. Sebab tujuan saya adalah sebuah kota kecil 800 Km dari Yangon. Tentu saja bus yang saya pilih adalah bus dengan tarip paling murah, bukan jenis sleeper bus tapi cukup bus dengan tempat duduk yang ada AC-nya. Situasi didepan agen bus sama saja dengan di Surabaya, ada penjaja makanan, penjaja buah-buahan.
Layaknya bus patas di tempat kita, mereka juga berhenti di sebuah komplek rumah makan dan hiburan untuk memberi kesempatan bagi penumpang, makan malam, bagi yang belum makan. Saya memilih jalan-jalan melihat lokasi tempat berhentinya bus. Sayang saya tidak tahu, sebab tulisan disetiap rumah makan tidak ada yang saya mengerti.
Menjelang pagi, bus berhenti lagi. kali ini bukan berhenti di komplek rumah makan mewah, tetapi sebuah warung besar. Sementara itu udara di luar sudah sangat dingin, karena sudah berada dilingkungan pegunungan Myanmar bagian Utara. Saat turun penumpang diberi tisue pembersih dan gosok gigi plus pastagiginya. saya heran, baru kali ini naik bus diberi sikat gigi. Ternyata disisi warung itu ada tempat air yang panjang dan sudah ada banyak orang yang menyikat giginya.
Di warung ini saya menemukan makanan tradisional kita yang terbuat dari ketan ...RENGGINANG
Tidak seperti di desa-desa tempat kita, dimana orang memasak dengan menggunakan LPG. Disini orang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Lumayan untuk ikut memanaskan badan dari suhu udara yang sangat dingin.
Bus melanjutkan perjalanan dan hari masih pagi ketika Pengemudi bus menghentikan busnya dan menunjuk saya untuk segera turun. Kelihatannya, sayalah satu-satunya penumpang bus yang harus turun di tempat ini. Turun dari bus pertama kali mata saya membaca petunjuk arah yang tidak saya mengerti maksudnya dan sebuah bangunan sepi yang kelihatannya seperti hotel. Ditepi jalan berderet truk-truk super besar yang belum pernah saya lihat dijalanan Surabaya.
Berbekal peta,saya berjalan menyusuri jalan desa ini, beberapa warung ada yang sudah buka, tetapi mayoritas masih tutup. Ketemu penjual keperluan masak seperti di tempat saya, Simopomahan.
Kemudian bertemu masjid, gereja dan sebuah sekolah.
Setelah melihat warung besar memasak dengan menggunakan kayu bakar, saya melewati sebuah sumur seperti sumur saya di desa. Sumur dengan menggunakan katrol dan timba untuk mengambil air.
Bangunan rumah penduduk dari kayu, namun saya melihat ada sedikit sentuhan modern, yaitu sebuah antene parabola untuk menangkap siaran TV Satelit terpasang ditepi atapnya.
Akhirnya yang saya tuju mulai kelihatan, sebuah bangunan stasiun kereta api.
lanjut ke Bagian 2, Klik disini
Untuk lengkapnya, silahkan cari sendiri di Youtube atau Google ......hehehe.... ini adalah salah satu obyek penting untuk dilihat menurut ukuran seorang Traveler.
Cerita saya ini saya bagi menjadi 3 bagian ......
Begitu sampai di bandara Yangon, saya berusaha menghemat waktu dengan langsung menuju Terminal Bus untuk mencari bus jurusan Yangon - Lasio.
Terminal bus cukup besar dengan berbagai fasilitas namun saya lihat sepi. Setiap bus yang masuk, menurunkan penumpang, lalu pergi dan terminal sepi lagi. Saya tidak melihat adanya bus yang berangkat dari terminal ini. Mungkin sesuai dengan namanya "Arrival"
Ternyata setiap bus berangkat dari agennya masing-masing, enaknya, agen bus itu berada didalam komplek terminal bus. Sehingga kita tinggal milih, bus mana yang hendak kita tumpangi. Saya memilih bus yang berangkat agak sore, tidak terlalu malam, dengan harapan sampai ke kota tujuan masih pagi. Sebab tujuan saya adalah sebuah kota kecil 800 Km dari Yangon. Tentu saja bus yang saya pilih adalah bus dengan tarip paling murah, bukan jenis sleeper bus tapi cukup bus dengan tempat duduk yang ada AC-nya. Situasi didepan agen bus sama saja dengan di Surabaya, ada penjaja makanan, penjaja buah-buahan.
Layaknya bus patas di tempat kita, mereka juga berhenti di sebuah komplek rumah makan dan hiburan untuk memberi kesempatan bagi penumpang, makan malam, bagi yang belum makan. Saya memilih jalan-jalan melihat lokasi tempat berhentinya bus. Sayang saya tidak tahu, sebab tulisan disetiap rumah makan tidak ada yang saya mengerti.
Menjelang pagi, bus berhenti lagi. kali ini bukan berhenti di komplek rumah makan mewah, tetapi sebuah warung besar. Sementara itu udara di luar sudah sangat dingin, karena sudah berada dilingkungan pegunungan Myanmar bagian Utara. Saat turun penumpang diberi tisue pembersih dan gosok gigi plus pastagiginya. saya heran, baru kali ini naik bus diberi sikat gigi. Ternyata disisi warung itu ada tempat air yang panjang dan sudah ada banyak orang yang menyikat giginya.
Di warung ini saya menemukan makanan tradisional kita yang terbuat dari ketan ...RENGGINANG
Tidak seperti di desa-desa tempat kita, dimana orang memasak dengan menggunakan LPG. Disini orang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Lumayan untuk ikut memanaskan badan dari suhu udara yang sangat dingin.
Bus melanjutkan perjalanan dan hari masih pagi ketika Pengemudi bus menghentikan busnya dan menunjuk saya untuk segera turun. Kelihatannya, sayalah satu-satunya penumpang bus yang harus turun di tempat ini. Turun dari bus pertama kali mata saya membaca petunjuk arah yang tidak saya mengerti maksudnya dan sebuah bangunan sepi yang kelihatannya seperti hotel. Ditepi jalan berderet truk-truk super besar yang belum pernah saya lihat dijalanan Surabaya.
Berbekal peta,saya berjalan menyusuri jalan desa ini, beberapa warung ada yang sudah buka, tetapi mayoritas masih tutup. Ketemu penjual keperluan masak seperti di tempat saya, Simopomahan.
Kemudian bertemu masjid, gereja dan sebuah sekolah.
Setelah melihat warung besar memasak dengan menggunakan kayu bakar, saya melewati sebuah sumur seperti sumur saya di desa. Sumur dengan menggunakan katrol dan timba untuk mengambil air.
Bangunan rumah penduduk dari kayu, namun saya melihat ada sedikit sentuhan modern, yaitu sebuah antene parabola untuk menangkap siaran TV Satelit terpasang ditepi atapnya.
Akhirnya yang saya tuju mulai kelihatan, sebuah bangunan stasiun kereta api.
lanjut ke Bagian 2, Klik disini