Minggu, 26 Januari 2020

Jangan Jadi Tourist - Jadilah Traveler: Gokteik Viaduct (Bag. 2)

Ayo baca dulu cerita saya yang bagian ke: 1, klik disini

Akhirnya saya sampai juga di Stasiun Kereta Api yang saya tuju

Stasiun Kereta Api Hsipaw

Tampilan bangunan stasiun kereta api sangat sederhana, tidak seperti bangunan stasiun kereta api di tempat kita, walaupun didesa yang jauh dari keramaian kota.

Perkantoran yang sepi, namun situasinya bersih. Tidak ada ruang signal seperti yang layaknya di stasiun-stasiun di P. Jawa.


Hehehehehe..... sama, ada penjual yang berderet, ada buah nenas yang besar, jeruk .... samalah dengan jualan di tempat kita.

Ruang tunggu dan loket untuk membeli tiket. Namun ternyata loket itu hanya untuk penduduk Myanmar, untuk foreighner dilayani dikantor oleh pegawai yang fasih berbahasa Inggris. Untuk membeli tiket harus menunjukkan paspor, karena di tiket ditulis nomor paspor kita.

Kereta api yang lewat di stasiun ini cuma ada dua, yaitu dari Mandalay ke Lashio (disebut UP Train)  dan dari Lashio ke Mandalay (disebut Down Train). Saya tidak tahu saat stasiun sepi penumpang apa yang dilakukan oleh para pedagang ini.

Tepat waktu, kereta api yang akan saya tumpangi sudah kelihatan, para penjaja buah dan makanan berdiri menyambut kereta api yang akan masuk.

Tidak ada petugas stasiun yang menyambut kereta api, justru yang berteriak-teriak mengingatkan calon penumpang adalah para pedagang itu. tentu saja saya ya....tidak paham... mungkin..... ..............................minggir...minggir....barang keras mau lewat....

Ternyata banyak juga penduduk lokal dan traveler asing, termasuk saya. yang naik kereta, satu-satunya kereta api yang lewat menuju Mandalay ini.

Ada dua kelas jenis kereta yang ada pada rangkaian kereta api, yang murah dinamakan Ordinary Class dan yang mahal dinamakan First Class. Saya memilih kelas yang bagus supaya punggung ini merasa enak setelah semalaman diguncang bus.

Meskipun dinamakan First Class, ya jangan dibandingkan dengan kereta api sekelas Anggrek di Surabaya Pasarturi.

Kelihatannya sudah biasa, setiap penumpang membawa tas plastik yang lalu digantung dekat jendela. Sayapun juga ikutan untuk menggantung tas plastik isi roti dan air digantungan dekat jendela tempat duduk saya. Penjual bebas masuk dan menawarkan dagangannya, saya cuma tersenyum kalau ditawari .....

Pemandangan asli disepanjang jalan kereta api terus saya nikmati sambil sebentar terkantuk-kantuk. Kecepatan kereta api kira-kira maksimum 40 Km/jam disertai guncangan kereta yang kadang-kadang sangat keras.

Senang juga melihat anak-anak berlarian sambil berteriak-teriak. Saya jadi ingat waktu kecil, sebab didepan rumah saya juga rel kereta api.

Kereta api yang saya tumpangi ini sangat ramah-tamah, setiap stasiun apapun bentuknya pasti berhenti. Disetiap stasiun heran saya pasti ada pasar. Sehingga selalu terjadi proses perdagangan, barang turun dan naik gerbong kereta api.


Mendekati jembatan Gokteik (sekali lagi kalau nama ini asing, silahkan browsing di Youtube atau Google), situasi landscape menjadi berjurang, bergunung dan disana-ini terlihat bukit kapur.


Akhirnya tersembul juga diantara gunung dan jurang yang dalam, Gokteik Viaduct yang dibangun di akhir abad 18 .......

Lanjut ke Bagian 3, Klik disni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar