Selasa, 29 November 2016

King Bhumibol Adulyadej bagi rakyat Thailand sekilas pengamatan saya

Rencana untuk ikut menghadiri ICER 2016 bulan Nopember di Khon Kaen University sudah direncanakan berbulan jauh sebelum bulan Nopember untuk mendapatkan tiket pesawat Surabaya - Jakarta - Bangkok pergi-pulang dengan harga yang relatif murah dan terjangkau. Tentu saja menjadi sebuah kejutan ketika bulan Oktober ada berita duka dari Negeri Gajah Putih tersebut.
Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej, meninggal dunia, hari Kamis (13/10/2016), pada usia 88 tahun, setelah sakit dalam beberapa tahun terakhir. Dan tulisan saya ini adalah opini pribadi saat saya melihat sendiri situasi dilingkungan istana Royal Palace di Bangkok
.

Turun dari pesawat saat saya mendarat di Bandara Dong Mueang setelah terbang 3 jam 20 menit dari Jakarta, keluar dari pintu Custom masuk keruang kedatangan sudah disambut dengan layar monitor besar dengan tulisan memorial bagi Sang Raja.

Demikian juga diberbagai pusat perbelanjaan yang sedang, yang besar, yang mewah akan dijumpai tulisan-tulisan besar untuk mengenang Sang Raja.

Tidak lupa di lingkungan kampus KKU, Kwanmore Building tempat untuk sementara saya akan tinggal.

Diruang kerja perkantoran, saya melihat didalam ruang Perpustakaan COLA.

Di ruang besar didepan bangunan COLA saya melihat lukisan yang bagus menggambarkan saat Raja masih muda dalam pakaian kebesaran raja. Dalam pikiran saya, ini merupakan visualisasi perasaan mereka kepada Raja-nya.

Lingkungan Grand Palace tempat jenasah raja disemayamkan ditutup, sehingga jalan melingkar disekeliling istana menjadi sepi dari kendaraan bermotor yang biasa berlalu-lalang.


 Hanya ada satu jalan untuk akses masuk lingkungan istana dengan menyeberangi sungai kecil yang jembatannya dibagi menjadi dua lajur. Satu untuk warga Thailand dan satu untuk warga asing, yang untuk masuk harus menunjukkan paspor-nya.

Mayoritas atau dapat dikatakan hampir semua penduduk Thailand mengenakan pakaian serba hitam serta sedikit yang mengenakan pakaian putih dengan bagian bawah hitam.
Sebelum ke Thailand, saya sudah membaca seruan darai TAT (Otoritas Pariwisata Thailand) yang sebagian bunyinya adalah sebagai berikut:
The Tourism Authority of Thailand (TAT) would like to advise the following:
• Most Thai people will be dressed in black or white clothing as a display of the reverence to our king and as part of Thai culture, but this is not mandatory, especially for visitors.
• Polite and respectable behavior and attire would be highly appreciated. If tourists would like to take part in showing respect to our king, they can pin black ribbons on their clothes. The ribbons will be available at the immigration counter at Suvarnabhumi Airport or from many spots in the country
.
Sebagai pendatang saya juga menghormati mereka dengan memakai pita hitam yang saya sematkan dilengan kiri saya.

Untuk membantu pengunjung, karena lingkar istana bukan merupakan jalan yang pendek, maka disediakan kereta  komuter pergi-pulang yang berjalan mulai dari jembatan akses masuk tadi sampai dekat jalan yang menuju Wat Po (Budha Tidur). Saya kagum dengan mental yang terbentuk dikalangan rakyat Thailand, yaitu mental untuk antri mendapatkan fasilitas. Mereka dengan tertib antri untuk naik odong-odong (heheheheheh...), tidak ada yang berebut. Jadinya, saya yang suka main serobot, malu juga.....dan ikut antri.

Tidak ada pembatasan bagi wisatawan untuk berkunjung, asal nurut aturan, meskipun negara dan rakyat sedang berkabung.

Sebagian Mahasiswa S-2 Unesa, selesai melakukan Oral Presentasi ICER di KKU, juga memerlukan untuk berkunjung ke Grand Palace.

 Saya bisa merasakan perasaan para mahasiswa ini, gembira, paling tidak ada satu tugas berat yang sudah dilewati. Yaitu tugas untuk ikut seminar internasional, yang kalau diselenggarakan di Tanah Air, belum tentu mereka mendapatkan giliran.


Bapak Dekan FIP-Unesa yang low profile, ikut menghantar para mahasiswanya. Dilengan baju kami, masing-masing tersemat pita berwarna hitam kecuali bapak Dekan yang sudah memakai kaos dan celana berwarna hitam.



Saya melihat diluar pagar istana dan didekat pagar istana, rakyat dengan pakaian hitam berbondong menuju ke istana. Sebagian tetap duduk dan bergerombol disekeliling istana.


Mereka datang dengan membawa konsumsi pribadi dan kelompok. Saya melihat dari sekian banyak wajah yang ada, tidak ada gurauan, meskipun senyum dan wajah cerah tetap menghias para petugas dalam mengarahkan para turis yang datang. Tingkah laku rakyat Thailand menghadapi kematian raja-nya ditunjukkan dengan rasa setia, duduk atau bergerombol disekeliling istana.

Pita kain putih dan hitam, membentang sepanjang jalan disekeliling pagar istana.




Para relawan menerima pemberian rakyat, yang berupa bunga kelihatannya langsung dirangkai dan dibawa masuk, saya tidak tahu dibawa kemana.....


Bahan berupa makanan, saya melihat ada pisang, hasil bumi lain (seperti uwi) langsung dibersihkan dan segera disiapkan untuk dimasak.





Akhirnya makanan yang telah selesai melewati proses pemasakan, dibagikan kepada mereka yang mungkin saja tidak membawa bekal. Termasuk saya ikut antri untuk mendapatkan satu tempat terbuat dari palstic foam.


Pisang goreng dan mungkin seperti bentul goreng ......
Saya tidak bisa menilai, seperti inikah kecintaan rakyat kepada pemimpinnya .... namun perasaan saya mengatakan "iya" .... tidak berbeda dengan kecintaan rakyat Jogyakarta kepada Raja-nya.

Salam saya .... Erlizar Martiwi Hatmi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar