Nama-nama yang ada di Melaka
memiliki kesamaan yang medasar dengan nama-nama pahlawan yang saya pelajari
dari Sejarah Indonesia saat saya duduk di Sekolah Dasar dan di Sekolah Menengah
Pertama dulu. Apalagi sejak tahun 2008, UNESCO menetapkan Melaka dan George
Town di Penang sebagai kota warisan dunia (World Heritage). Sehingga saya
sangat tertarik untuk mengunjungi kota ini.
Cara paling mudah untuk mencapai Melaka setelah keluar dari Imigrasi Malaysia di LCCT adalah naik bus Transnasional. Tiket bus LCCT - Melaka harus dibeli di dalam terminal kedatangan dalam negeri seharga MYR 21.90, keluar dari terminal kedatangan internasional, masuk ke terminal kedatangan dalam negeri dan cari loket penjualan tiket bus Transnasional.
Tempat loket bus Transnasional
Bus parkir diujung jalan didepan bus-bus yang menghubungan LCCT dengan KL Sentral dan jangan terkejut kalau nanti diatas bus hampir semua penumpang adalah pasien rumah sakit. Dari penjelasan salah satu penumpang dari Bandung, kelebihan rumah sakit di Melaka dibanding dengan di NKRI adalah masalah pelayanan. Team dokter yang terus terang mengatakan jenis penyakit dan tindakan perawatan yang akan diberikan. Disamping itu dokter di Melaka tidak sombong, tidak merasa sebagai tangan kanan Tuhan (pinjem istilah penumpang bus). Yang mengejutkan saya adalah tarif berobat di Melaka lebih murah dibanding dengan rumah sakit swasta yang memberi layanan sama di Tanah Air (kok bisa ya? Tapi saya tidak tahu pasti karena kelas saya cuma pengguna Askes dari PNS). Perjalanan darat antara LCCT sampai menjelang Melaka sangat membosankan, karena bus terus melewati jalan tol yang pemandangan kiri-kanan hanya pohon sawit. Yang membedakan jalan tol di Indoneia dengan di Malaysia adalah diperbolehkannya sepeda motor untuk lewat. Ada jalur khusus untuk sepeda motor yang tiap beberapa kilometer disediakan tempat berlindung kalau hujan. Namun saya lihat hampir tidak ada sepeda motor yang lewat. Menurut informasi yang saya catat, ada beberap cara untuk menuju Melaka salah satunya adalah naik kereta api. Namun kereta api berhenti beberapa kilometer dari Melaka yaitu stasiun Tampin dan harus dilanjutkan dengan naik bus. Disamping itu tentu saja untuk yang punya dana lebih dapat mendarat di bandara nasional Batu Berendam Airport yang berjarak 10 Kilometer dari kota. Dari iklan koran lokal, ternyata ada juga kapal dari Pakanbaru Sumatra yang langsung menghubungkan NKRI dengan Melaka, namun sangat mahal (MYR 120,-)dengan waktu berlayar mencapai 6 jam lebih.
Setelah kira-kira dua jam berada diatas bus, diluar mulai terlihat papan-papan
selamat datang yang menunjukkan bus sudah hampir masuk Melaka.
Terminal bus di Melaka
Masuk kota tidak
terlihat pemandangan macet seperti di Kuala Lumpur, bus masuk terminal untuk
menurunkan penumpang namun saya tidak turun di terminal bus Melaka.
Bagian dalam Terminal Bus Melaka, bersih.
Bus Kota warna merah dari terminal berkeliling kota.
Setelah
berhenti sekitar 10 menit bus melanjutkan perjalanan masuk kota dan berhenti
didepan rumah sakit yang besar, sebagai pemberhentian akhir bus Transnasional
dari LCCT.
Bus Transnasional dari LCCT berhenti dan berangkat dari tempat ini.
Kalau ingin bermalam di hotel mahal, maka disekeliling pemberhentian
bus tadi cukup banyak hotel berbintang menjulang tinggi, tarif hotel rata-rata
diatas RP. 700.000,-. Kalau hendak mencari hotel dengan tarif sedang, silahkan
berjalan kembali menyusuri jalan dari mana tadi bus berasal (kearah kota)
sampai persimpangan jalan yang ramai dan lebar.
Ambil jalan yang kearah kanan,
naaahhhhh…….masuk kearah jalan-jalan kecil yang banyak didaerah itu akan kita
jumpai hotel-hotel dengan tarif dibawah Rp. 300.000,-
Menara Taming Sari dikejauhan.
Atau untuk Traveller yang
ingin murah meriah, turun di terminal bus Melaka, naik bus kota, minta turun
didepan Menara Taming Sari. Tepat didepan Menara Tamping Sari ada bangunan
bertingkat seperti Ruko , salah satunya adalah penginapan Backpakers (saya
belum mencoba).
Becak hias didepan Taming Sari, tampak hotel Backpakers didepan.
Nunggu Magribh di Melaka
Waktu Magribh di Melaka adalah jam 19.25, ini merupakan pengalaman puasa yang paling panjang. Saat akan berbuka puasa di sebuah rumah makan siap saji, antrian orang yang akan pesan makananpun juga panjang. Berbeda dengan di Surabaya, dimana dibeberapa tempat disediakan takjil gratis untuk membatalkan puasa bagi musafir dan yang sok jadi musafir, di Melaka tidak saya jumpai.
Jonker Street, tujuan wisatawan bule, kota kuno di Melaka.
Masjid bersejarah di areal Jonker Street
Jantera untuk mengairi sawah jaman dulu
Museum, banyak saya temukan nilai sejarah yang berhubungan dengan Indonesia
Nama Hang Tuah, Hang Jebat dll....tidak asing di museum ini
Ini alat dor...dor....dooor...jaman dahulu
Gereja yang dibangun abad 18
Saran saya, untuk hari pertama kunjungan ke Melaka sebaiknya naik bus kota dulu keliling Melaka sambil mencatat obyek-obyek wisata yang akan dikunjungi. Bus kota warna merah yang saya tumpangi berkeliling kota melewati hampir semua obyek wisata di Melaka. Bilang saja dengan pak sopir (paling juga sopirnya WNI seperti penarik becak hias yang ternyata orang Blitar) kalau kita akan turun lagi di terminal bus, tarifnya cukup murah untuk bus dengan hawa sejuk (istilah bus AC di sana) dari terminal ke terminal lagi MYR 2,-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar