Semarang sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah dapat
dijangkau melewati berbagai moda transportasi. Lewat laut, merapat di Tanjung
Emas. Lewat jalan darat, masuk terminal bus antara kota atau dapat berhenti di
beberapa sub terminal untuk berganti dengan bus kota atau jenis angkutan kota
yang lain. Lewat angkutan Kereta Api, dapat turun di stasiun Semarang Tawang
dan kalau naik pesawat udara maka akan mendarat di Bandara Ahmad Yani.
Kali ini saya mendarat di Bandara A
Yani Semarang dengan menggunakan pesawat Air Asia dari Bandara Juanda. Waktu
tempuh antara Bandara Juanda sampai Bandara A Yani tidak sesuai dengan waktu
yang saya habiskan untuk prosedur mulai parkir motor, masuk bandara sampai
melangkah boarding.
Bandara A Yani bukan bandara yang besar, namun untuk
pesawat jenis Air Bus yang digunakan oleh AA dapat mendarat tanpa harus menekan
rem kuat-kuat. Sehingga tidak membuat penumpang harus menekan kursi yang ada
didepannya supaya tidak terantuk, seperti kalau pesawat Lion Air mendarat di
bandara Supadio Pontianak. Bandara A Yani merupakan bandara militer milik
Angkatan Darat, hal tersebut dapat dilihat ada beberapa helikopter ABRI yang
parkir dilandasan. Diruang Kedatangan Penumpang Domestik yang juga
relatif sempit ada loket untuk membeli tiket taxi bandara. Tarip taxi dari
Bandara A Yani ke Gedung Lawang Sewu Rp. 40.000,-, tidak ada moda transportasi
lain yang lebih murah untuk keluar dari Bandara A Yani.
Gedung Lawang Sewu merupakan gedung
milik PT KAI yang saat ini digunakan untuk museum, terletak di area Tugu Muda yang konon
dahulu disebut Wilhelminaplein, pusat kota Semarang.
Lawang Sewu merpakan bangunan bersejarah yang dibangun oleh pemerintahan
Belanda, tanggal 27 Februari 1904. Bangunan ini didirikan untuk digunakan sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische
Spoorweg Maatscappij yang pada jamannya dikenal sebagai NIS.
Sehingga Lawang Sewu yang saat ini
menjadi museum milik PT KAI yang urutan sejarahnya merupakan kantor pusat
kereta api di Semarang, kemudian pernah menjadi Kantor Badan Prasarana Komando Daerah
Militer Kodam IV Diponegoro dan Kantor Wilayah Kementerian
Perhubungan Jawa Tengah.
Saat terjadinya peristiwa Pertempuran lima hari antara
tanggal 14 Oktober sampai 19 Oktober 1945, Lawang
Sewu menjadi lokasi
pertempuran antara pemuda Angkatan Muda Kereta Api ( AMKA ) melawan Jepang. Maka dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992,
Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno bersejarah di Kota
Semarang yang patut dilindungi
Museum dibuka mulai jam 07.00 dan
ditutup jam 21.00. Harga tiket masuk untuk Dewasa Rp. 10.000,- untuk Anak dan
Pelajar Rp. 5000,- .
Namun tarip sebesar itu hanya untuk kunjungan bangunan
yang ada ditas tanah, sebab ada yang dinamakan wisata bawah tanah. Tarip yng
dipungut tidak ada buktinya, cuma dicatat oleh petugas yang ada.
Tarip itu merupakan tarip untuk sewa
sepatu boot, sewa lampu sorot dan honorarium petugas pendamping yang akan
menuntun kita dan bercerita kalau kita tanya.
Pengunjung wisata bawah tanah
harus mengenakan sepatu boot karet karena ruangannya terendam air, menggunakan
lampu karena sangat gelap dan harus ada pendamping supaya tidak tersesat.
Arsitektur bawah tanah gedung Lawang Sewu yang terdiri dari kolam-kolam air
sebenarnya digunakan untuk mendinginkan ruang-ruang kantor yang ada diatasnya.
Namun menjadi menarik, karena saat
pendudukan Jepang, ruang ini digunakan untuk penyiksaan pejuang-pejuang
kemerdekaan RI. Akibatnya saat ini beredar rumor, Lawang Sewu juga disebut
sebagai rumah setan.
Ikon
yang lain dari Kota Semarang adalah Gereja mBlenduk yang berada di Semarang
kota lama.
Untuk menuju lokasi ini dari Lawang Sewu jalan kaki ke Halte Bus
Trans Semarang Koridor 2 di Jl. Pemuda depan SMA 5 yang berada disamping
Gedung Lawang Sewu dan turun di Halte Stasiun Tawang.
Dari
Halte Bus menyeberangi jalan, menyusuri jalan kecil ditepi kolam yang luas
akhirnya akan bertemu dengan bangunan lama ini yang berdiri megah di Jl.
Letjend. Suprapto 32. Karena merupakan tempat ibadah yang tertutup, maka saya
tidak dapat melihat bagaimana arsitektur interior bangunan ini, yang katanya
masih menyimpan alat musik tua dan kursi-kursi besi. Menurut literatur maka
ikon kota Semarang ini berada di Heerenstraat (jalan Heeren) sebagai Koepelkerk
(gereja Koepel) yang dibangun ditahun 1753.
Koepelkerk ini merupakan gereja
tertua di Jawa Tengah dan salah satu yang tertua pula di Pulau Jawa. Perancang
awalnya tidak diketahui, namun Koepelkerk ini diperbarui secara drastis oleh
arsitek W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde pada 1894-1895. Kedua arsitek tersebut
menambahkan bangunan pada akhir abad itu dua buah menara yang sampai saat
ini masih berdiri. Saat ini dapat dilihat menjadi sebuah karya arsitek
yang memiliki komposisi seimbang dengan sempurna. Pintu-pintu masuk gereja
bergaya klasik dan kubah gereja yang besar bulat (mblenduk dalam bahasa
Jawa) terbuat dari tembaga. Saat ini Gereja
ini digunakan oleh jemat GPIB Immanuel.
Dari sisi manapun kalau berada di
Semarang, naik angkutan kota, bus mini atau Trans Semarang koridor 2 turun di
Rumah Sakit Dr. Sarjito dipersimpangan jalan yang ada lampu pengatur lalu
lintasnya. Kalau dari arah Tugu Muda harus menyeberang jalan menuju jalan yang
berada disisi kanan kita ( Jl. Kaligarang).
Naik angkutan kota kecil turun di
Jembatan Kali Garang, karena angkutan kota ini tidak menyebarangi jembatan yang
melintas diatas sungai besar tersebut. Jalan kaki menyeberangi sungai, diujung
jembatan disisi kiri kita akan terlihat bangunan dengan warna dominan merah ada
tulisan besar yang dibuat dari logam mengkilat Sam Poo Kong.
Sahibul
bercerita kalau pada awal abad ke-15 Laksamana Zheng He sedang berlayar di
pantai utara P. Jawa dengan membawa anak buah yang sedang sakit, sampai pada
sebuah semenanjung. Pak Laksamana memberi perintah untuk mendarat
dan menyusuri sungai yang tadi baru saja kita seberangi, sungai
Kaligarang disebuah desa bernama Simongan.
Simongan, ia menemukan
sebuah gua batu dan dipergunakan untuk bersembahyang. Pak Zeng He memberi
perintah menetap untuk sementara waktu ( waktu itu belum ada Visa atau ijin
tinggal, jadi tidak perlu Paspor ). Sedangkan awak kapalnya yang sakit dirawat
dan diberi obat dari ramuan dedaunan yang ada didesa Simongan itu.Karena belum
ada komputer untuk mencatat, ratusan tahun kemudian, pada bulan Oktober 1724
diadakan upacara yang besar dan pembangunan kuil sebagai rasa terima kasih
kepada Sam Po Tay Djien.
Disamping
itu, entah dengan hitungan tahun matahari atau tahun bulan, dua puluh tahun
sebelumnya gua batu tempat semedi Sam Po runtuh disambar petir.
Dipertengahan kedua abad ke-19, daerah Simongan dikuasai oleh seorang tuan
tanah yang tamak. Orang-orang yang hendak berkunjung ke kuil Sam Po Kong
diharuskan membayar sejumlah uang yang harganya sangat mahal. Untungnya tahun
1879, kawasan Simongan dibeli oleh Oei Tjie Sien. Oei Tjie Sien merupakan ayah
Oei Tiong Ham, yang saat itu dinamakan Raja Goela dari Semarang. Mulai
saat itu, peziarah dapat bersembahyang di Gedong Batu tanpa membeli tiket
masuk.
Sedangkan
pengurusan bangunan kuil diserahkan kepada Yayasan Sam Poo Kong.Pawai Sam Poo
Kong diselenggarakan mulai tahun 1937 sampai sekarang dan terus menjadi daya
tarik kota Semarang. Kelihatannya kejadian seperti saat abad ke 19, sekarang
ini untuk masuk area Sam Poo Kong harus membayar tiket masuk yang dibedakan
antara pengunjung domestik dan pengunjung asing.
Pengunjung
hanya boleh berada disekitar taman besar dan beristirahat dibawah pohon tua.
Untuk dapat melihat peninggalan Pak Laksamana dan anak buahnya maka harus
membayar lagi dan kali ini cukup besar Rp. 20.000,- Setelah membayar Rp.
20.000,- ini baru kita dapat melihat bangunan yang namanya Gedong Batu, Makam
Kyai Tumpeng, kepala Jangkar dan lain sebagainya. Karena ini merupakan area
sembahyang, maka untuk setiap masuk ke sebuah bangunan kita harus lepas sepatu.
Bila disalah satu bangunan ada yang sembahyang, maka kita tidak di ijinkan
untuk naik. Termasuk Gedung Batu dan sebuah Goa bawah tanah, kita tidak bisa
masuk kecuali akan melakukan sembahyang.
Dari depan Sam Poo Kong lewat bus mini ( satu-satunya bus
mini ), bus mini ini merupakan sarana transportasi dari Sam Poo Kong menuju
Museum Ronggowarsita. Pesan saja pada mas kondektur bus kalau kita turun di
Museum, dan bus akan berhenti tepat dibelakang pintu masuk museum. Museum Ronggowarsita menurut panduan yang saya dapat
merupakan salah satu dari museum Jawa Tengah. Dari brosur yang saya terima,
Museum Jawa Tengah Ronggowarsita didirikan oleh Proyek rehabilitasi dan
Permuseuman Jawa Tengah di tahun 1975. Diresmikan pertama kali oleh Prof. Dr.
Fad Hasan pada tanggal 5 Juli 1989. Nama Ranggawarsita dipakai sebagai nama
museum karena merupakan pujangga yang fenomenal di Keraton Surakarta.Tiket
masuk dapat dibeli di bangunan luar dekat pintu gerbang, dan harus mengisi buku
tamu didalam bangunan museum. Karena di bangunan museum juga ada ruang lain
yang digunakan untuk resepsi, maka sebagai pendatang yang bukan warga Semarang
dapat dibuat bingung antara masuk ruang museum dan masuk ruang resepsi orang
punya hajat. Tas besar harus ditipkan di bagian pencatatan tamu, dilarang
membawa makanan dan minuman. Yang membuat saya bangga, banyaknya siswa sekolah
yang mengunjungi museum ini. Kelihatannya mereka mengerjakan tugas dari
sekolah, sehingga harus berlama-lama didalam museum sam bil mencatat bahkan ada
yang tiduran di lantai serta membuat bising.
Tentu saja ini sangat mengganggu
orang seperti saya, yang ingin melihat dan merasakan apa yang ada didalam
museum tersebut. Kadang mereka didepan obyek berlama-lama sambil mencatat,
sehingga pengunjung lain tidak mendapatkan kesempatan. Beberapa diorama mati
atau memang tidak ada isinya, komputer penunjuk wisata tidak di-aktifkan atau
rusak saya juga tidak tahu.
Penataan benda memang kurang bagus meskipun sudah
dikelompokan, kesan saya, ruang museum kurang luas sehingga benda-benda yang
ada saling berhimpitan.
Museum
yang terletak di Jl. Abdulrahman Saleh 1 Semarang ini berada di jalan lingkar
Kalibanteng, sehingga dengan berjalan kaki dapat ditempuh hanya beberapa puluh
menit menuju Bandara A Yani. Jalan menuju bandara cukup teduh, kiri kanan jalan
ada tanaman pohon.
Namun kalau sudah lelah karena berjalan naik turun didalam
museum, transportasi ke bandara dapat menggunakan transportasi yang tidak ada
duanya diseluruh bandara tanah air….naik becak tarif tanpa ditawar Rp.15.000,-
dengan isi maksimum 2 orang dewasa.